hari jamu nasional
Kuliner

Menelusuri Jejak dan Khasiat Jamu dari Bumi Mataram Hingga Bostwana

Ibuk ini ya Nduk, dulu pernah dibedah perutnya karena operasi besar, pernah juga periksa kondisi rahim. Alhamdulillah kata dokternya bersih. Kuncinya satu, rutin minum jamu.

Dulu saya sempat sangsi dengan pernyataan Ibuk yang terus diulang-ulang sejak saya remaja sampai punya anak.

Pokoknya jamu itu penting untuk kesehatan organ reproduksi wanita, kamu juga harus minum rutin! Begitu wejangan beliau.

Akhirnya mau tak mau saya menuruti Ibuk. Apalagi Ibuk ini punya langganan jamu gendong yang mengirimkan jamu ke rumah tiap dua hari sekali. Jamu beras kuncur, kunir sirih, dan temulawak. Tentu saja khusus saya dan adik perempuan saya versi kunir sirih.

Kehilangan Mbak Jamu Saat Covid-19 

jejak jamu di nusantara

Langganan jamu gendong berlangsung bahkan sampai saya menikah dan masih tinggal satu rumah dengan orangtua. Lalu saat pandemi, mbak jamu yang biasa mengantar ke rumah kami meninggal dunia karena terinveksi Covid-19 yang saat itu belum ditemukan vaksinnya.

Padahal, pamitnya beliau ke rumah anaknya untuk merayakan lebaran bersama. Namun setelah lebaran, tak kunjung ada kabar. Beberapa waktu setelah lebaran barulah kami tahu beliau sudah berpulang.

Mbak Endang, terimakasih untuk jamu buatan tangan yang membuat kami terkenang. Semoga Allah tempatkanmu di sisiNya dengan sebaik-baik tempat berpulang.

manfaat dan khasiat jamu

Sedih banget pasti dan merasa kehilangan sudah tentu. Akhirnya saya dan keluarga jadi jarang minum jamu, karena memang belum nemu penggantinya sampai sekarang. Bahkan di pasar dekat rumah pun belum ada yang menjual jamu secara rutin seperti mbak jamu langganan kami.

Setahun setelah pandemi, saya pindah rumah. Lokasinya 8 kilometer dari rumah orangtua saya. Alhasil ya nihil, saya ngga lagi minum jamu secara rutin. Bahkan sepertinya bisa dihitung jari tahun ini, tahun lalu dan juga dua tahun lalu saya minum jamu saking jarangnya.

Menyadari bahwa kebiasaan baik ini harus dilanjutkan, saya mencari tahu di sana sini, penjual jamu yang bisa mengirim ke rumah dengan rutin. Khususnya jamu kunir sirih yang memang saya minum sebagai antibiotik alami yang baik untuk organ kewanitaan. Adapun lain-lainnya seperti beras kencur, temulawak, sebagai selingan yang bisa dikonsumsi suami dan anak saya juga.

Akhirnya nemu juga, pelatih Pilates saya bikin jamu yang dikemas kekinian. Meskipun belum menemukan kunir sirih, setidaknya ada beras kencur dan jahe yang bikin badan lebih segar. Meskipun tidak setiap hari, setidaknya masih ada jamu yang kami minum.

Saat ini banyak juga lho jamu-jamu yang dikemas dengan sangat baik lalu dijual di banyak resto hingga coffe shop. Ini contohnya nih :

jamu tradisional

Gimana? Minum jamu jadi estetik gini? Hehehe..

Kenapa Disebut Jamu? Darimana Jamu Berasal?

asal jamu darimana?

Istilah atau hidangan jamu tentu sudah tidak asing lagi di telinga orang Indonesia, apalagi yang tinggal di Jawa. Ada satu teori yang mengatakan bahwa jamu merupakan gabungan dari kata “Jawa” dan “ngeramu”.

Arti “ngeramu” atau meramu itu sendiri adalah mencampur atau mengumpulkan. Lalu jika kita terjemahkan secara sederhana maka akan kita dapatkan hasil terjemahan kurang lebih seperti : “ramuan yang dibuat oleh orang Jawa”, atau “ramuan yang berasal dari Jawa”.

Teori lainnya menyebutkan, jamu berasal dari bahasa Jawa Kuno: Djampi, yang berarti metode penyembuhan dengan ramuan herbal.

Kira-kira siapa ya yang memperkenalkan jamu pertama kali di Pulau Jawa?

Dilansir dari situs resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, jamu diduga berasal dari Kerajaan Mataram. Kok tau? 

Karena para arkeolog dan peneliti menemukan ilustrasi yang berhubungan dengan proses pembuatan jamu ini hadir di berbagai situs, misalnya situs arkeologi Liyangan dan kuda di relief Borobudur. Lalu terdapat Prasasti Madhawapura dari periode Majapahit menyebutkan profesi khusus peracik jamu yang disebut ’Acaraki’.

Minuman kaya kandungan bermanfaat ini juga cukup identik dengan sosok wanita melalui pada penjual jamu gendong. Di daerah Nguter, Sukoharjo, Jawa Tengah, diyakini sebagai salah satu pusat tradisi jamu. Percaya ngga percaya di kota ini pula wanita penjual jamu yang disebut ‘Mbok Jamu’ berasal.

Pada umumnya, para peracik jamu berasal dari kaum ibu-ibu rumah tangga. Sambil mengurusi pekerjaan rumah, biasanya kaum ibu ini juga memiliki kegiatan sampingan meracik jamu bubuk untuk kemudian dijual. Nah, seiring berjalannya waktu, jamu tidak lagi identik dengan satu gender tertentu, di mana pemilik jamu dengan tampilan kiwari, Acaraki Jamu, merupakan seorang laki-laki.

Kenapa Sih Harus Jamu?

manfaat minum jamu

Sebagaimana yang sudah saya sebutkan di atas bahwa pengalaman Ibu saya bersama jamu tradisional membawa kami, anak-anaknya akrab dengan jamu-jamuan tradisional yang banyak beredar di masyarakat.

Sebagaimana yang pernah dikatakan oleh dokternya Ibu, sebenarnya kanker bisa juga disebabkan oleh faktor genetis. Meskipun hal itu tidak sepenuhnya menjadi faktor utama, namun bisa saja pemicunya sudah ada karena genetis.

Nenek saya meninggal karena kanker rahim, dan saya juga pernah punya myoma uteri yang mengharuskan tindakan histeroktomi (pengangkatan rahim) segera dilakukan. Pokoknya kami berhati-hati banget dengan yang namanya penyakit yang menyerang organ kewanitaan kami, salah satunya dengan rutin mengonsumsi jamu sebagaimana titah Ibu saya.

Andai pun “akar dari sel-sel yang tidak diinginkan” itu ada dalam tubuh kami, setidaknya jamu mampu mencegah sel-sel itu “bangun” dan mengusik metabolisme dalam tubuh. Jadi, jamu adalah salah satu ikhtiar kami untuk menjaga kesehatan.

Apakah hanya karena pengalaman Ibu kami mengonsumsi jamu? Tentu saja tidak. Banyak lho pakar dan praktisi kesehatan mengatakan banyak sekali manfaat yang bisa kita rasakan ketika mengonsumsi jamu yang terbuat dari ramuan tanaman tradisional.

Dilansir dari situs resmi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, di antara manfaat jamu berdasarkan hasil riset para ahli yakni :

  • Menjaga kebugaran tubuh
  • Sebagai pendamping obat kimia, misalnya obat anti diabetes dan hipertensi
  • Sebagai adjuvant, misalnya pada penderita kanker digunakan untuk mengurangi efek samping kemoterapi dan meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat.
  • Meningkatkan daya tahan tubuh
  • Dapat mengurangi gangguan kesehatan ringan
  • Menurunkan tekanan darah tinggi

Berdasarkan catatan dalam Serat Centhini (1814-1823), berbagai jenis tumbuhan obat yang dipakai sebagai bahan baku jamu dapat mengobati beberapa jenis penyakit, seperti panas dingin, meriang, cacingan, cacar, berkaitan syaraf, batuk, hingga mata.

Jadi tak salah jika jamu kita manfaatkan sebagai langkah preventif untuk menjaga kesehatan seluruh keluarga. Beruntungnya, bahan-bahan tradisional yang dijadikan ramuan untuk jamu tersebut sudah tersedia di Indonesia, tanah yang dikatakan seperti tanah surga. Harganya juga sangat terjangkau, pula!

Tak heran jika UNESCO mengakuinya sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Kini, jamu pun sudah dikenal hingga tanah Bostwana dan bukan tak mungkin di seluruh dunia.

Ramuan Herbal yang Diakui Dunia

jamu dan warisan harta tak benda

Komite Konvensi Warisan Budaya Takbenda/WBTB (Intangible Cultural Heritage/ICH) UNESCO telah menetapkan Budaya Sehat Jamu sebagai Warisan Budaya Takbenda UNESCO lho! Hal ini dicanangkan pada Sidang ke-18 Komite Warisan Budaya Takbenda UNESCO yang berlangsung pada Desember 2023, di Kasane, Botswana.

Tentu saja pengakuan UNESCO tidak hanya pada bahan-bahan alami yang diramu oleh para nenek moyang kita, tapi juga meliputi ketrampilan tradisional dan nilai-nilai budaya yang terkait dengan obat-obatan alami tradisional yang terbuat dari tumbuh-tumbuhan dan rempah-rempah.

Tidak hanya itu, pengakuan UNESCO yang menetapkan jamu sebagai salah satu pendukung pembangunan berkelanjutan dan juga penggunaan metode pengobatan tradisional yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan dengan cara meningkatkan kekebalan tubuh.

Seperti yang sudah saya sebutkan di paragraf sebelumnya bahwa budaya Jamu ini memang dipercaya telah hidup sejak abad ke-8 Masehi, terbukti dari relief di Candi Borobudur dan manuskrip kuno seperti Kakawin Ramayana dan Serat Centini.

Oleh sebab itu UNESCO mencatat nilai budaya jamu sebagai salah satu sarana ekspresi budaya dan membangun koneksi antara manusia dengan semesta.

Sebagaimana kita tahu, sejak dahulu hingga kini, budaya jamu terus dipelajari, dikembangkan dan diwariskan dari generasi ke generasi. Jamu telah menjadi bagian cara hidup di Indonesia.

Tak heran jika Mendikbudristek Nadiem Makarim menyatakan akan terus melestarikan Jamu melalui pendidikan dan pelatihan secara formal dan non formal, juga melalui penelitian, pengembangan, dan inovasi jamu.

Kembali Membumikan Jamu di Tanah Nusantara

hari jamu nasional

Menurut data Riset Tumbuhan Obat dan Jamu (RISTOJA) yang dilakukan Kementerian Kesehatan RI, mengungkapkan bahwa terdapat 32.013 ramuan obat tradisional dan 2.848 spesies tumbuhan sebagai bahan baku obat tradisional (jamu).

Terbuat dari rempah-rempah alami, tak mengherankan jika jamu menyimpan banyak khasiat bagi tubuh kita. Melihat catatan sejarah tersebut, sudah selayaknya budaya sehat jamu kita lestarikan sebagai salah satu Warisan Budaya Takbenda asli Indonesia. Masa iya kita biarin begitu aja? Masa iya akan kita biarkan musnah ditelan masa?

Adanya Hari Jamu Nasional mengingatkan kita akan kearifan nenek moyang dalam menyembuhkan penyakit dengan bahan-bahan alami. Kini, tugas kita sebagai generasi yang ditinggali tanah yang subur dan makmur serta warisan ilmu yang tak ternilai untuk menjaga dan memanfaatkannya dengan bijak.

Jamu adalah bukti bahwa keajaiban penyembuhan dapat ditemukan dari alam.

Selamat Hari Jamu Nasional teman-teman!

 

Referensi :

https://jalurrempah.kemdikbud.go.id/

indonesia.go.id

https://kemlu.go.id/darwin/id/news/27480/unesco-resmi-menetapkan-jamu-sebagai-warisan-budaya-tak-benda-dari-indonesia

https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/konsumsi-jamu-jadi-upaya-promotif-preventif-ini-manfaatnya/

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *