De Tjolomadoe, Saksi Bisu Kejayaan Pabrik Gula di Solo
Solo menjadi kota tujuan akhir aku dan teman-teman setelah berlibur selama dua hari di Jogja. Kota tempat asal Pak Jokowi ini menarik perhatian kami, karena memiliki banyak peninggalan sejarah. Salah satunya adalah Museum De Tjolomandoe.
Awalnya kami berencana untuk mengunjungi Keraton Solo. Namun karena tak punya cukup waktu untuk melakukan perjalanan ke sana, maka diubahlah tujuannya menjadi ke Pabrik Gula De Tjolomadoe. Hal ini dikarenakan lokasinya yang searah dengan jalur pulang, sehingga tak memakan banyak waktu.
Sejarah Pabrik Gula De Tjolomadoe
Pembangunan pabrik gula ini berawal dari keinginan Mangkuneraga IV untuk mengembangkan industry gula. Karena gula merupakan komiditi yang banyak dibutuhkan di pasar dalam negri maupun luar negeri. Selain itu tanaman tebu sudah terbiasa ditanam di tanah-tanah Mangkunegaran.
Desa Krambilan, Distrik Malang Jiwan di sebelah utara Kartasura dipillih oleh Mangkunegara IV sebagai tempat dibangunnya perkebunan tebu. Hal ini dikarenakan tanah di sana subur dan airnya yang cukup banyak.
Setelah membangun perkebunan tebu, Mangkunegara IV meminta ijin kepada Residen Surakarta Nieuwenhuysen untuk membangun pabrik gula juga di sana. Setelah mendapatkan ijin, beliau memerintahkan seorang ahli berkebangsaan Jerman bernama R.Kampf untuk membangun pabrik gula tersebut.
Pembangunan parbrik gula ini memakan biaya yang sangat banyak yaitu 400.000 gulden. Pembangunan dimulai pada hari minggu tanggal 8 Desember 1861 ditandai dengan peletakan batu pertama.
Mangkunegara IV memberi nama pabrik gula ini Tjolomadoe yang artinya gunung madu. Makna dari nama tersebut adalah agar nanti pabrik ini bisa menjadi simpanan kekayaan dalam bentuk gula pasir yang menyerupai gunung.
Pabrik besar ini mulai beropersai pada tahun 1882. Alat-alat yang digunakan dalam proses pembuatan gula didatangkan langsung dari Eropa. Hasil panen tahun pertama perkebunan tebu seluas kurang lebih 95 hektare mampu menghasilkan 3700 kwintal gula.
Bagian Dalam Museum De Tjolomadoe
Kesan modern langsung terlihat saat kami pertama kali menginjakkan kaki ke dalam museum. Bangunannya yang tinggi dan luas membuat ruangan tampak terang, berbeda dengan suasana museum kebanyakan.
Bagian depan merupakan ruangan luas seperti aula yang berisi mesin-mesin besar. Area ini dinamakan Stasiun Gilingan.
Stasiun Gilingan merupakan area tempat menggiling tebu. Di sini terdapat mesin-mesin besar yang dulunya digunakan untuk menggiling tebu dan mengambil sari-sarinya. Mesin-mesin ini tertanam sehingga tak bisa di pindah-pindahkan.
Setelah selesai mengelilingi area Stasiun Gilingan kami masuk menuju Stasiun Karbonatasi. Ruangan sedikit gelap, sumber cahaya hanya berasal dari lampu-lampu dinding yang tertempel. Dalam Stasiun ini terdapat tungku besar dengan api buatan di dalamnya yang digunakan untuk merebus sari tebu.
Setelahnya kami berjalan ke ruangan yang berisi diagram-diagram hasil pabrik tebu beserta penyebaran penjualannya. Di sini juga terpamapang skema perkembangan pabrik tebu dari awal beroperasi hingga akhirnya tak lagi digunakan.
Selesai membaca sejarah pabrik tebu kami berjalan ke ruang yang berisi benda-benda bersejarah, yang membawakan kepingan-kepingan kenangan tentang pabrik yang pernah jaya pada masanya. Ada miniature pabrik yang menceritakan bagaimana pabrik ini dulunya beroperasi.
Ada juga benda-benda yang dulunya digunakan oleh pegawai pabrik seperti baju seragam, alat kerja, hingga buku-buku kas keuangan yang kini kertasnya sudah menguning. Semua benda tersebut berada di dalam kotak kaca, sehingga pengunjung tak bisa memegangnya.
Setelah melewati stasiun karbonasi kami berjalan menuju stasiun selanjutnya yaitu stasiun penguapan. Seperti area pertama, stasiun pengupana juga berupa aula luas yang berisi mesin-mesin besar. Bedanya mesinnya berada di atas sehingga kita perlu mendongakkan kepala untuk melihat.
Setelahnya kami naik tangga ke atas menuju Stasiun Ketelan. Di dalam stasiun Ketelan ini terdapat banyak sekali stand-stand yang menjual pernak-pernik untuk oleh-oleh. Semua yang merupakan hasil kerajinan tangan dan camilan khas Solo.
Selain itu terdapat sebuah caffe yang aestentic di sini. Tempat yang nyaman untuk beristirahat sejenak dan meminum kopi setelah lelah berjalan memutari museum. Stasiun ketelan merupakan stasiun terakhir yang ada di museum ini.
Lokasi De Tjolomadoe
Pabrik gula yang telah dirombak menjadi museum ini berada di daerah karanganyar, tepatnya di Jalan Adi Sucipto No 1, Paulan Wetan, Malangjiwan, Kecamatan Colomandu, Kabupaten Karanganyar. Tidak susah untuk menemukan bangunan besar ini karena di depannya terpampang tulisan besar De Tjolomadoe.
Tiket Masuk De Tjolomadoe
Tempat penjualan tiket masuk terpisah dari gedung museum. Loket pembelian tiket berada di sebrang pintu masuk gedung. Berupa bangunan kecil di area taman, dibelakang tulisan besar De Tjolomadoe.
Harga tiket masuk ke Museum De Tjolomadoe ini tidaklah mahal, hanya Rp 25.000 saja. Tak hanya itu kalian juga akan mendapatkan vocer minuman dan snack saat masuk. Vocer tersebut bisa kalian tukarkan di booth yang berada di Stasiun Ketelan.